Limbah Tapioka, Komposisi dan
Karakteristiknya
Disekitar kita, seringkali kita jumpai
berbagai aktifitas ekonomi masyarakat yang memanfaatkan hasil pertanian. Tidak
jarang kegiatan tersebut menibulkan dampak negatif ikutan berupa pencemaran
lingkungan. Salah satu kegiatan ini, diantaranya adalah industri tapioka, baik
pada skala rumah tangga maupun industri.
Industri tapioka merupakan industri rumah
tangga yang memiliki dampak positif dari aspek ekonom. Namun dampak pencemaran
industri tapioka sangat dirasakan bagi masyarakat yang berada di sekitar
wilayah industri tapioka tersebut. Dampak tersebut merupakan pengaruh limbah
cair yang tidak mengalami proses pengolahan terlebih dahulu sebelum dibuang ke
badan air atau permukaan tanah sehingga dapat mengganggu kesehatan serta nilai
estetika. Dampak ini disebabkan karena sifat atau karakteristik dari limbah
cair industri tapioka.
Air limbah taphoka adalah buangan yang mengandung unsur nabati yang mudah membusuk. Limbah tapioka mempunyai konsentrasi BOD dan TSS yang tinggi. Hal ini menyebabkan kandungan oksigen terlarut di dalam air menjadi rendah, bahkan habis sama sekali. Akibatnya oksigen sebagai sumber kehidupan bagi mahluk air tidak dapat terpenuhi sehingga mahluk tersebut akan mati. Selain itu, air limbah yang dibuang ke lingkungan (tanah dan badan air) banyak menimbulkan masalah bagi perkembangbiakan vektor. Air yang tergenang menjadi tempat perkembangbiakan vektor seperti nyamuk, lalat, dll.
Limbah tepung tapioka yang dibuang ke
badan air akan mencemari badan air tersebut. Bahan pencemar yang ada di
dalamnya akan mengalami penyebaran dan pengenceran yang bersifat reaktif dengan
adsorbsi, reaksi atau penghancuran biologis. Air limbah juga mencemari tanah
dan dalam perjalanannya akan mengalami peristiwa mekanik, kimia dan biologis.
Limbah tepung tapioka yang dibiarkan di
perairan terbuka akan menimbulkan perubahan yang dicemarinya. Pencemaran
tersebut antara lain (Soeriaatmadja, 1984) :
- Peningkatan zat padat berupa senyawa organik, sehingga timbul kenaikan limbah padat, tersuspensi maupun terlarut.
- Peningkatan kebutuhan mikroba pembusuk senyawa organik akan oksigen, dinyatakan dengan BOD dalam air.
- Peningkatan kebutuhan proses kimia dalam air akan oksigen air dinyatakan dengan COD
- Peningkatan senyawa-senyawa beracun dalam air dan pembawa bau busuk yang menyebar keluar dari ekosistem aquatik itu sendiri.
- Peningkatan derajat keasaman yang dinyatakan dengan pH yang rendah dari air tercemar, sehingga dapat merusak keseimbangan ekosistem perairan terbuka.
Selain
berdampak pada lingkungan, limbah tapioka juga berdampak terhadap manusia.
Konsentrasi BOD yang tinggi di dalam air menunjukkan adanya bahan pencemar
organik dalam jumlah yang banyak, sejalan dengan hal ini jumlah mikroorganisme
baik yang pathogen maupun tidak pathogen banyak di badan air. Limbah cair
tapioka mengandung zat-zat organik yang cenderung membusuk jika dibiarkan
tergenang sampai beberapa hari di tempat terbuka. Hal ini merupakan proses yang
paling merugikan, karena adanya proses dimana kadar oksigen di dalam air
buangan menjadi nol maka air buangan berubah menjadi warna hitam dan busuk. Ini
dapat mengurangi nilai estetika dan apabila berada di sekitar sumber air
(sumur), maka kemungkinan akan merembes dan sumur tercemar atau tidak
termanfaatkan lagi. Selain itu, jika limbah tapioka mencemari air sungai yang
akan dimanfaatkan masyarakat dapat menimbulkan masalah penyakit seperti
gatal-gatal.
Karakteristik Tapioka
Ubi kayu (Manihot esculenta) dikenal
melalui pengolahannya menjadi tapioka dan gaplek. Tapioka adalah pati yang
terdapat dalam umbi kayu, biasa disebut singkong. Selain pati, ubi singkong
mengandung gula dan sedikit asam sianida dalam kadar rendah. Ubi kayu terdiri
atas kulit luar 0,5-2% dan kulit dalam antara 8-15% dari bobot sebuah ubi.
Sebagian besar umbi kayu terdiri atas karbohidrat, yang berkisar antara 30-36%
tergantung dari varietas dan umur panen. Pati merupakan bagian dari karbohidrat
yang besarnya antara 64-72% (Wijandi, 1976).
Proses ekstraksi pati dari umbi berawal
dari pencucian dan pengupasan umbi. Tahap selanjutnya adalah pembuatan bubur
dari umbi tersebut dengan proses pemarutan. Bubur halus yang diperoleh
diumpankan kepada saringan goyang dan dicuci dengan air. Suspensi pati akan
terbawa oleh air ini, sedangkan buburnya diparut untuk kedua kali. Tahap
penyaringan juga diulang dan suspensi pati dalam air pencuci kedua dicampur
dengan suspensi pati yang pertama. Campuran ini disaring melalui saringan sutra
halus atau logam halus (Kementrian Lingkungan Hidup, 2003)
Pati merupakan komponen terbesar dalam ubi kayu, tersusun dari unsur karbon, hidrogen dan oksigen dengan rumus kimia (C6H10O5) serta terdiri atas dua komponen penyusun pati yaitu amilosa dan amilopektin. Pati yang berasal dari ubi kayu rata-rata mengandung 18% amilosa.
Komponen kimia lainnya terdapat pada ubi kayu adalah senyawa racun yaitu glukosida sianogenik. Senyawa ini terdiri atas linamarin dan lotaustralin dengan perbandingan 93% dan 7%, senyawa sianogenik tersebut jika dihidrolisa oleh asam atau enzim linmarase akan menghasilkan asam sianida (HCN) yang bersifat racun. Kandungan zat racun ubi kayu dapat dibedakan dalam (Wijandi, 1976) :
Pati merupakan komponen terbesar dalam ubi kayu, tersusun dari unsur karbon, hidrogen dan oksigen dengan rumus kimia (C6H10O5) serta terdiri atas dua komponen penyusun pati yaitu amilosa dan amilopektin. Pati yang berasal dari ubi kayu rata-rata mengandung 18% amilosa.
Komponen kimia lainnya terdapat pada ubi kayu adalah senyawa racun yaitu glukosida sianogenik. Senyawa ini terdiri atas linamarin dan lotaustralin dengan perbandingan 93% dan 7%, senyawa sianogenik tersebut jika dihidrolisa oleh asam atau enzim linmarase akan menghasilkan asam sianida (HCN) yang bersifat racun. Kandungan zat racun ubi kayu dapat dibedakan dalam (Wijandi, 1976) :
- a. Tidak beracun, yaitu bila kadar HCN kurang dari 50 mg/kg umbi basah kupas
- b. Setengah beracun, yaitu bila kadar HCN antara 50-100 mg/kg umbi basah kupas
- c. Sangat beracun yaitu bila kadar HCN lebih dari 100 mg/kg umbi basah kupas.
Upaya penurunan kandungan HCN merupakan
salah satu upaya dalam pengolahan limbah cair tapioka. Hal ini dikarenakan HCN
merupakan salah satu bahan pencemar anorganik yang paling penting. Dalam air,
sianida terdapat sebagai HCN, suatu asam lemah. Ion sianida mempunyai afinitas
kuat terhadap banyak ion logam, dan merupakan gas yang mudah menguap dan
beracun.
Untuk mengurangi kadar HCN ubi kayu dapat dilakukan dengan cara pengolahan (seperti pemarutan dan pengepresan), serta dengan fermentasi. Fermentasi merupakan salah satu cara untuk menurunkan kadar HCN singkong. Selain itu, pencucian ubi kayu dalam air mengalir dan pemanasan yang cukup, sangat ampuh untuk mencegah terbentuknya HCN yang beracun. Proses pemanasan juga dapat menghilangkan kandungan racun HCN. Kadar HCN pada ubi kayu sangat bervariasi sesuai dengan jenis atau varietasnya.
Untuk mengurangi kadar HCN ubi kayu dapat dilakukan dengan cara pengolahan (seperti pemarutan dan pengepresan), serta dengan fermentasi. Fermentasi merupakan salah satu cara untuk menurunkan kadar HCN singkong. Selain itu, pencucian ubi kayu dalam air mengalir dan pemanasan yang cukup, sangat ampuh untuk mencegah terbentuknya HCN yang beracun. Proses pemanasan juga dapat menghilangkan kandungan racun HCN. Kadar HCN pada ubi kayu sangat bervariasi sesuai dengan jenis atau varietasnya.
- See more at:
http://inspeksisanitasi.blogspot.com/2012/05/limbah-tapioka.html#sthash.XcOWeAFI.dpuf

v
BalasHapus